KLATEN --- Komisi Pendidikan dan Kajian Islam Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Kabupaten Klaten menyelenggarakan Kajian terkait pendekatan metodologi pendidikan akhlaq bagi siswa atau santri di lembaga pendidikan Islam, Selasa ( 3/12/2924 ) di Aula Masjid Agung Al-Aqsha Klaten.
Hadir sebagai nara sumber H.Agus Susanta, M.Pd dan Drs. H. Sumarno, MA masing-masing berasal dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Klaten.
Kajian terkait metodologi pembelajaran akhlaq diikuti guru-guru mata pelajaran ( Majelis) pendidikan agama Islam di Sekolah, guru-guru mapel pendidikan Akhlaq di Madrasah serta pesantren di Kabupaten Klaten.
Ketua Komisi Pendidikan dan Kajian Islam MUI Klaten Drs.H.Waloya Raharjo dalam kata sambutannya mengatakan bahwa akhlak selalu menjadi permasalahan utama yang menjadi tantangan dunia pendidikan.
"Fakta menyatakan banyak sekali terjadi pada siswa sekarang seperti tawuran pelajar, membolos, malas, tidak disiplin, tidak jujur, tidak menaati tata tertib, membangkang, kosongnya jiwa menolong, tidak hormat terhadap guru dan orang tua dan sebagainya" katanya.
Menurut Waloya Raharjo rapuhnya fondasi akidah dan akhlak generasi muda sekarang, salah satu yang faktor terjadinya krisis akhlak karena kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam mempersiapkan generasi muda bangsa yang salah satunya adalah siswa.
"Oleh karena itu, pembinaan pribadi adalah hal terpenting dalam lingkungan pendidikan Islam, terutama pembinaan akhlak pada usia anak" ujarnya.
Nara sumber Agus Susanta menjelaskan betapa pentingnya pendidikan akhlak sejak dini maka perlu adanya penanaman nilai keagamaan semenjak anak-anak, dengan ajaran yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist.
"Sarana yang paling tepat untuk pembinaan dan pembentukan kepribadian siswa adalah pendidikan melalui keteladanan" katanya.
Menurut Agus Susanto realita membuktikan bahwa setiap siswa merasa lebih mudah memahami sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca inderanya.
"Sementara hal-hal yang bersifat rasional atau nisbi maupun hal-hal yang bersifat irasional sulit untuk ditangkap akal pikiran mereka" katanya.
Oleh karena itu menurut Agus teori merupakan prinsip yang sangat perlu diperhatikan untuk memiliki dan mengaplikasikan sebuah tekhnik dalam proses pengajaran.
"Prinsip yang diterapkan dari pembahasan yang indrawi menuju pembahasan yang rasional ini dalam kontek keteladanan. Keteladanan merupakan sebuah bentuk perilaku seseorang yang dapat dilihat dan ditiru. Bentuk aplikasi dari rasional atas keteladanan adalah menciptakan sebuah perilaku yang mencerminkan nilai-nilai agama" terangnya.
Sejalan dengan Agus Susanta bara sumber kedua Sumarno mengatakan bahwa pembentukan akhlak siswa dengan menggunakan metode keteladanan merupakan tekhnik pembelajaran dengan cara memberikan contoh atau teladan yang baik.
"Cara ini sangat efektif diterapkan dalam pendidikan untuk pembentukan akhlak siswa, maka pendidik hendaknya menjadi teladan utama bagi siswa dalam segala hal, misalnya sikap lembut dan kasih sayang, sopan santun, tutur kata yang baik, bijaksana, disiplin, jujur, ramah, rapi, dan semua sikap terpuji sesuai dengan misi yang diembannya sebagai pendidik" katanya.
Dijelaskan Sumarno karena pendidikan akhlak dan lainnya merupakan tanggung jawab semua pendidik, oleh karenanya seluruh pendidik harus mampu menjadi teladan yang baik dimata siswa.
"Keteladanan merupakan metode sikap bagi terbentuknya akhlak siswa. Prinsip ini terlihat dari perilaku Rasulullah saw yang memiliki nilai edukatif akhlak. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat Al-Ahzab ayat 21, artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” pungkasnya. ( *Moch.Isnaeni* )