SEMARANG ---- Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama ( FKUB ) Provinsi Jawa Tengah KH. Taslim Syahlan, M.Si memberikan apresiasi kepada Walikota Pekalongan yang telah dengan legowo pada akhirnya memberikan ijin kepada warga persyaratan Muhammadiyah Untuk melaksanakan sholat Idul Fitri 1444 H pada hari Jum'at ( 21/4/2023 ) di lapangan Mataram Kota Pekalongan.
Menurutnya hal ini tidak lepas dari upaya dari berbagai pihak dalam menjaga kondusifitas di tengah masyarakat terkait dengan dengan adanya perbedaan waktu sholat Idul Fitri tahun ini antara Pemerintah dengan Muhammadiyah. Sebagaimana diketahui belakangan ini telah beredar surat Walikota Pekalongan terkait dengan jawaban Walikota yang tidak mengizinkan warga Muhammadiyah menyelenggarakan sholat Idul Fitri di lapangan Mataram Kota Pekalongan yang kemudian memicu polemik di masyarakat sehingga mengundang perhatian para pemangku kepentingan di pusat.
Menurut Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, KH Taslim Syahlan bahwa kehidupan keberagamaan di Jawa Tengah menunjukkan tren positif.
"Hal tersebut berdasarkan hasil survei Balitbang Kementerian Agama RI tahun 2022," kata Taslim saat dimintai keterangan di Semarang Kamis ( 20/4/2023 ).
"Indeks kerukunan umat beragama di Jawa Tengah berada pada posisi rangking 15. Ini berarti kondisi kerukunan umat beragama di Jawa Tengah pada kondisi baik. Atau di atas rata-rata," ungkapnya.
Dosen di Fakultas Agama Islam Unwahas ini melanjutkan, dalam upaya penguatan kerukunan umat beragama di Jawa Tengah, terdapat beberapa langkah kongkrit yang dilakukan oleh FKUB.
"Ada 4 langkah yang kami lakukan, yakni penguatan kedewasaan atau moderasi beragama, kedua, penguatan dialog antar dan intern umat beragama, penguatan soliditas antar umat beragama dan keempat yakni penguatan integritas tokoh agama," bebernya.
Upaya-upaya itulah yang menjadi faktor penting terwujudnya kerukunan umat beragama di Jawa Tengah, lanjutnya.
Selain itu, di berbagai kesempatan dirinya juga selalu berpesan tentang peran agama sebagai pemersatu.
"Agama harus menjadi perekat, bukan penyekat. Agama harus menjadi pemersatu, bukan saling berseteru," tuturnya.
Kata KH Taslim, setiap bertemu kawan kawan pendeta, romo, bhikku, winse, dan lain-lain, terus saling menguatkan.
"Membangun komitmen kebersamaan dalam perbedaan menjadi kata kunci dalam membangun toleransi, kesetaraan, saling menghargai, saling menghormati ajaran masing-masing agama," ungkapnya.
Menurutnya, hal ini terjadi dari tingkat akar rumput hingga para tokoh yang lebih mengutamakan keberagaman demi kerukunan dan persaudaraan sejati.
"Berbagai komunitas keberagaman tumbuh dan berkembang di Jateng," ucapnya.
Menurutnya, FKUB Provinsi Jateng terus menginisiasi dan mendeseminasi kedewasaan beragama dalam keberagaman. Relasi personal antar pemimpin yang rukun dan damai mestinya menjadi contoh teladan.
Selain itu, keberagaman dan kerukunan di Jawa Tengah bahkan ditandai dengan gerakan bersama menjaga keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan hidup.
"Itulah yang saya sebut eco-interreligious praksis. Ada kesadaran bagus dan praksis ekoteologis interreligius, yakni penghayatan iman, harapan dan kasih demi keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan, apa pun agama dan kepercayaannya," jelasnya.
Dikatakan kiat-kiat menjaga harmoni bermula dari pikiran yang bersih dari buruk sangka.
"Buang jauh setiap prasangka buruk terhadap sesama. Berani melek agama lain sehingga kita tidak salah paham satu sama lain," katanya.
Untuk wujudkan harmoni dalam kehidupan maka sering duduk bersama bila ada perbedaan dan tidak memaksakan kehendak yang melanggar kebebasan.
"Saling berkunjung dan bersilaturahimi atau srawung, itulah kuncinya" pungkasnya.
( *Moch.Isnaeni* )