Kasihinfo.com Magelang - Pegiat seni dari Sanggar Lima Benua Dukuh Geritan, Desa Belang Wetan, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, Temanku Lima Benua menggelar performance art (pertunjukan seni) di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Ngargogondo The Gade Village, Jalan Malangan, Karang Bawang, Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Minggu (11/9/2022) malam.
Performance art bertajuk “Culture for sustainable living” (kebudayaan untuk kehidupan berkelanjutan) ini dimaksudkan untuk menjamu para Delegasi G20 dalam kegiatan “Culture Ministers Meeting” (CMC) G20 di Candi Borobudur pada 11 hingga 14 September 2022.
Temanku Lima Benua menyampaikan, performance art ini digelar setelah para delegasi G20 melakukan welcome dinner atau makan malam. Pada saat itu ditampilkan tarian Meksiko, bermain gasing dan melukis lukisan seni kontemporer bersama para delegasi yang datang dari 20 negara. Diantaranya dari Meksiko, India, USA, Italia, Korea, organisasi Unesco, dan lain sebagainya.
“Para delegasi itu mengambil ramuan cat yang terdiri dari ramuan rempah Indonesia dan bahan modern berwarna dari Barat. Mereka mengambil ramuan itu untuk dilemparkan ke kanvas dan kemudian melukis di kanvas yang berukuran 4 meter kali 4 meter tersebut. Mereka sangat senang dan antusias melukis di kanvas itu,” katanya.
Mahasiswa Jurusan Tata Kelola Seni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini menjelaskan, yang dilempari ramuan cat oleh para delegasi G20 itu adalah karya seni kontemporer yang berjudul “Culture For Sustainabel Living”.
Culture For Sustainabel Living ini mencakup lima isu Culture Ministers Meeting (CMM) G20 yang akan diadakan pada 12 sampai 13 September 2022 di Candi Borobudur.
Pertama, mengenai peran budaya sebagai pendorong kehidupan berkelanjutan. Kedua, tentang dampak ekonomi, lingkungan dan sosial dari kebijakan berbasis budaya. Ketiga, tentang cultural commoning (pengelolan bersama atas sumber daya budaya) yang mempromosikan gaya hidup berkelanjutan di tingkat lokal. Keempat, akses yang berkeadilan untuk peluang ekonomi budaya. Dan kelima, mobilisasi sumber daya internasional yang untuk mengarusutamakan pemulihan berkelanjutan dengan menginisiasi suatu mekanisme pendanaan untuk pemulihan seni dan budaya yang sangat terpukul selama pandemi.
Perempuan yang akrab disapai Benua ini memaparkan, karya seni kontemporer itu adalah sebuah cerita pemikiran dari Generasi Z. Cerita pemikiran itu terbagi menjadi tiga quatrain atau bab.
Quatrain pertama adalah masa lalu. Bab ini bercerita tentang pemikiran Psikologi Jawa dan Teori Barat. Dalam Psikologi Jawa bercerita bahwa negara itu akan kuat bila memahami tradisinya, memahami materialnya, dan memahami tekniknya. Maka negara itu akan kuat.
Selain itu, juga ada kebudayaan. Kebudayaan itu bisa berupa simbol, religi, dan tradisi. Maka karya seni kontemporer ini berdasarkan cerita sejarah, tradisi yang ada, budaya lokal, dan identitasnya.
Sedang quatrain kedua yaitu masa kini. Bab ini menceritakan mengenai kebutuhan saat ini. Yang dibutuhkan manusia sekarang ini adalah udara yang bersih, air yang jernih, dan tanah yang subur. Semua itu akan bisa terwujud kalau ada hutan yang lebat dan sungai yang mengalir jernih.
Bila di tempat itu ada sungai, maka akan ada kehidupan dan kebudayaan. Di situ akan ada manusia, hewan, dan tumbuhan.
Udara yang bersih, air yang jernih, dan tanah yang subur itulah yang harus diwariskan ke generasi mendatang. Dari kakek, nenek ke bapak, ibu, lalu ke anak-anak dan cucu mereka.
Sementara quatrain ketiga yakni the future atau masa depan. Bab ini menggambarkan bahwa masa depan terjadi krisis. Masa depan adalah ketidakpastian. Manusia akan mengalami krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial.
“Lalu, bagaimana menjawab semua permasalahan itu? Jawabannya ada di simbol-simbol yang ada (tergambar) di pulau-pulau (di Indonesia) itu. Bahwa masa lalu itu bijak. Masa lalu bisa menjawab tantangan ke depan,” tandasnya.
Perempuan yang sudah sering mengadakan pameran seni di berbagai tempat itu menerangkan, dalam performance art kali ini, ia menampilkan lukisan berukuran 3 meter kali 9 meter tentang Archipelago Nusantara dan lima lukisan yang berukuran 1,5 meter kali 2,5 meter berupa pulau-pulau di Indonesia serta tradisi, simbol, dan religi yang ada dipulau tersebut. Dan juga kanvas berukuran 4 meter kali 4 meter yang dilukis oleh para delegasi G20 yang hadir.
“Material yang digunakan adalah kanvas, rempah Nusantara, dan bahan modern berupa cat dari Barat,” ujarnya.
Benua mengaku senang bisa berpartisipasi dalam rangkaian acara G20 di Candi Borobudur ini.
“Saya senang bisa berpartisipasi dalam acara G20. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia) yang telah mengijinkan saya untuk terlibat dalam kegiatan G20,” ucapnya.
Ia berharap, karya seni kontemporer yang dikerjakan bersama-sama ini bisa ditampilkan di penutupan G20 di bulan November mendatang.
“Karya ini adalah sebuah pengingat, bahwa ini yang harus diingatkan kedepan, setelah pembahasan dari G20 yang dilakukan di Borobudur,” harapnya.
Performance art bertajuk “Culture for sustainable living” ini ternyata mendapat tanggapan yang baik dari para delegasi G20 yang hadir di Balkondes Ngargogondo itu.
Para delegasi G20 sangat antusias dan senang, karena acara pelukisan seni kontemporer ini bersifat inklusif. Mereka antusias mengambil ramuan cat yang terdiri dari ramuan rempah Indonesia dan bahan modern berwarna dari Barat, lalu dilemparkan ke kanvas dan melukis di kanvas yang berukuran 4 meter kali 4 meter tersebut. (istimewa / L Sukamta)