Ilustrasi ( Masjid Al Agsha Klaten)
Kasihinfo.com Klaten - Korban akibat pandemi covid 19 masih terus berjatuhan. Tidak saja jutaan orang kehilangan pekerjaan, ekonomi lesu, sektor pendidikan terpaksa daring, pariwisata lumpuh dan banyak pabrik dan usaha gulung tikar. Tapi dunia belum kiamat. Pemerintah dengan instrumen program dan terobosan inovasi terus mendorong masyarakat bangkit dan tidak putus asa. Berbagai program bantuan sosial dan stimulan modal mengalir dari pusat dan daerah agar ekonomi bangkit dan menggeliat.
Tapi yang bikin miris adalah korban yang terkonfirmasi dan meninggal akibat covid 19terus bertambah. Mengutip data Kementerian Kesehatan terhitung Rabu (09/12/20) pukul 16.37 Wib mencatat 592.900 kasus terkonfirmasi positif, ada 487.445 kasus sembuh dan 18.171 jiwa meninggal dunia. Di Jawa Tengah pun kian mengkawatirkan. Dinas Kesehatan melalui portal corono.jatengprov.go.id mencatat 67.720 terkonfirmasi positif covid, 53.603 kasus sembuh dan 4.218 jiwa meninggal dunia.
Kalau dulu informasi kasus dan meninggal itu kita baca ada di kota atau daerah lain, kini kasus positif dan meninggal seolah semakin dekat. Korban itu bukan orang lain, tapi lebih dekat seperti tetangga, teman, tokoh politik, publik figur bahkan tidak sedikit mereka adalah orang - orang kita sayangi.
Bagi orang beriman corona ini ujian yang berat. Satu demi satu kenikmatan itu Allah SWT cabut. Dari pendapatan yang berkurang, silatirakhim yang dibatasi sampai kenikmatan beribadah di masjid pun harus berkurang karena protokol kesehatan. Tapi kesabaran, ikhtiar dan tawakal itu tidak boleh habis.
Belajar sabar, ikhtiar dan tawakal itu pantasnya kita berguru pada sosok Siti Hajar dan bayi Ismail. Saat itu di tengah padang pasir yang panas dan tandus kerontang, mereka terpaksa ditinggal Nabi Ibrahim, sang suami sekaligus ayah atas perintah Allah SWT. Rasa resah gelisah bercampur ketakutan ditinggalkan suami di gurun pasir dengan bayi merah yang menangis di pangkuan Siti Hajar. Tiada orang yang bisa dimintai pertolongan. Kondisi dingin menusuk tulang ketika malam mencekam, dan panas menyengat di waktu siang harus dirasakan seorang ibu dan bayi Ismail dengan haus di kerongkongan akibat tidak ada air.
Tapi keyakinan dan kesabaran wanita mulia ini menjadi kunci pertolongan Tuhan. Kaki Siti Hajar dipaksa terus berlari dan berlari antara dua bukit Shofa dan Marwa dengan hati terus meminta pertolongan dan doa yang tulus tiada putus. Ini ikhtiar Siti Hajar menjemput pertolongan Allah SWT. Doa dan kesabaran itu menurunkan pertolongan Allah SWT. Ketika kaki kecil Ismail menjejak ke bumi, tiba-tiba memancar air zamzam. Ujian dan cobaan itu menempa keimanan Siti Hajar dan Ismail akan keyakinan datangnya pertolongan dengan kesabaran, ikhtiar dan tawakal yang tiada putus asa.
Ikhtiar langit.
Kisah Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Ismal bukan cerita tunggal. Para sahabat dan salafush sholih banyak mengajarkan nilai-nilai teladan agar manusia masa kini terus belajar sejarah tentang kesabaran dan kebenaran hati ketika ditempa musibah. Upaya jasadiyah itu terus dilakukan sebagai bukti, kalau hati itu tidak putus asa mencari jalan keluar dari kondisi sulit.
Ketika masa pandemi, para ulama dan pemerintah getol mengajak berperilaku 3M yakni memakai masker, menjaga jarak,dan mencuci tangan dengan sabun serta air mengalir, itu semua adalah ikhtiar bumi atau upaya jasadiyah agar terhindar dari penularan covid 19. Ikhtiar ini tidak beda ketika Siti Hajar harus berlari tujuh kali dari bukit Shofa menuju Marwa dan sebaliknya, sebagai usaha mencari pertolongan dilandaskan doa yang tak terputus. Maka ikhtiar jasadiyah dengan perilaku 3M itu sebagai ikhtiar bumi. Ihtiar ini harus disempurnakan dengan ikhtiar langit yang bersumber dari illahi, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan selanjutnya ditiru para sahabat untuk diamalkan bagi umat saat ini di masa pandemi covid 19.
Inilah sifat tawadzun yang dicontohkan orang-orang sholeh tempo dulu. Menjaga keseimbangan amalan jasadiyah sebagai ikhtiar bumi untuk diimbangi dengan amalan syarí sebagai ikhtiar langit. Ketika salah satunya ditinggalkan, maka yang muncul adalah ketimpangan dan jauh dari keberkahan. Ada tiga ihtiar langit sebagai amalan agar umat ini terhindar dari marabahaya dan bencana, termasuk terhindar dari covid 19.
Pertama adalah memperbanyak istighfar. Istighfar amalan lisan dengan maksud memohon ampunan atas dosa dan khilaf hidup manusia kepada Allah SWT. Kesulitan hidup, musibah atau bencana tidak saja bermakna ujian, tapi bisa juga berarti hukuman. Istighfar itu memohon ampunan dosa dan menawar agar hukuman itu tidak menimpa.
Seperti kisah sahabat Hasan Basri yang ditanya muridnya yang datang membawa masalahnya. Seorang murid mengadukan sekian lama menikah tidak segera mendapatkan keturunan. Murid yang lain mempertanyakan tanah pertaniannya yang kering kerontang akibat kemarau tidak ada hujan sehingga tidak bisa menanam. Seorang yang lain mengaku dililit hutang. Tapi jawaban sahabat alim ini hanya satu, yakni istighfar.
Tak ada yang sangsi atas kedalaman ilmu sahabat Hasan Basri. Tapi jawaban sahabat shaleh ini hanya istighfar, karena beliau mengamalkan kalam Allah SWT di surat Nuh ayat 10-12 yang artinya : Maka Aku berkata kepada mereka: “Mohonlah ampunan (istighfar) kepada Tuhan-Mu, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta-harta dan anak-anakmu dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu”.
Kedua adalah memperbanyak sedekah. Sedekah adalah tolak balak yang ampuh. Seperti diungkap HR Tabrani bahwa sedekah itu adalah tolak balak. Mengutip tulisan Ustad Hari Nurdi yang mengatakan bahwa sedekah itu bertarung di langkasa melawan turunnnya balak dibawa kembali ke langit. Sedekah itu bisa menjadi wasilah mengikis sifat wahn, yakni kecintaan dunia yang berlebihan. Wahn itu nafsu yang melupakan manusia dan berjarak dengan Tuhannya sekaligus pengundang datangnya bencana.
Mereka yang gemar sedekah maka sesungguhnya ia sedang berjual - beli dengan Allah SWT. Sebuah perniagaan atau pengorbanan yang akan dibayar kontan dengan keberkahan dan kebahagiaan. Pesan ini diungkapkan Allah SWT di al quran Surat Fatir ayat 29 yang artinya : Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca al qurán dan menjalankan sholat, serta menginfakan sebagian rezeki yang kami berikan kepadanya dengan diam-diam atau terang-terangan. Mereka itu mengharap perdagangan yang tidak ada ruginya.
Ketiga adalah bertawakal dengan memperbanyak membaca ayat kursi. Sejarah perjalanan Jenderal Besar Sudirman mewariskan ibrah atau pelajaran luhur. Ketika malam gulita rumah beliau dikepung tentara Belanda lengkap dengan senjata di tangan, seolah tidak ada ruang sejengkal untuk bersembunyi. Ditengah sakit kanker paru yang diderita, tak mungkin lagi sang jenderal yang pernah menjadi guru ngaji ini untuk berlari. Maka beliau hanya bisa bersembunyi di selokan berlindung dibalik semak belukar yang ada sambil berdzikir dan berdoa.
Tentara Belanda lalu lalang berjalan sekitar semak. Andaikan pahlawan kelahiran Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga 24 Januari 1916 itu batuk, maka habis sudah sejaraha beliau ditangkap atau pun dibunuh. Tapi Allah SWT berkenan menolongnya. Tentara Belanda seolah dibutakan matanya dan selama beliau bersembunyi dibalik semak. Jenderal Besar yang wafat 29 Januari 1950 dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta itu selamat dari ancaman tentara Belanda karena pertolongan Allah SWT.
Wasilah amalannya yakni istiqomah pahlawan yang meninggal di usia 34 tahun lebih 5 hari itu adalah membaca surat al Baqarah ayat 255 atau dikenal dengan ayat kursi saat pagi dan petang. Ayat itu artinya : Allah, tiada lagi Tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup yang terus menerus mengurus makluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat (pertolongan) di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi (kekuasaan)-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat, memelihara keduanya dan Dia Maha Tinggi dan Maha Besar.
Semoga Allah SWT menjaga keimanan dan kita terjaga dari balak dan bencana. Aamiin. (Ist)
Penulis Joko Priyono S.Sos, M.Si Kabid Humas Ikatan Dai Indonesia Cabang Klaten, Kepala Seksi Komunikasi dan Destinasi Informasi Dinas Kominfo Klaten.