Kasihinfo.com Klaten - Ratusan seniman turut memeriahkan pentas seni bertajuk Gora Swara Nusantara (GSN) yang dihelat di area persawahan desa Burikan Cawas Klaten, Sabtu hingga Minggu (2-3/11/2019). GSN telah ke empat kalinya digelar dengan tema Srawung Sedulur Banyu dan mengusung spirit sumpah pemuda.
Area persawahan itu sontak berubah menjadi panggung atraksi. Berbagai kesenian ditampilkan gejog lesung Larasati, tari bedayan, sanggar lare mentes, gending Sewu kendi, ogoh-ogoh dan seni budaya lainnya.
Koordinator kegiatan,Iwan Purwoko mengatakan #GSN4 tahun ini masih akan tetap konsisten merajut tema perbedaan dan kebhinekaan sebagai suatu nilai yang harus dijaga, dipelihara, dan dihidupi bersama.
"Tema umum GSN#4 adalah terkait Ketahanan Pangan yang kini dan ke depan bakal menjadi prioritas strategis bangsa Indonesia, bahkan dunia. Tema umum tersebut kemudian diterjemahkan lanjut dalam tema khusus Tanah (dan) Air sebagai modal utama terciptanya ketahanan pangan",kata dia.
Ditambahkan Iwan, untuk mengintegrasikan spirit dan tema khusus di atas, GSN#4 mendapatkan kesimpulan refleksi tentang pentingnya keberadaan sumber air atau mata air dalam menopang seluruh konteks tema yang ada.
"Secara khusus, Kabupaten Klaten yang dikenal sebagai “Kota Seribu Umbul (mata air)" menjadi titik tolak reflksil dalam pagelaran seni budaya tahun ini. Sebab, meski daerah dengan banyak mata air, tapi faktanya ratusan hektar tanaman padi di Klaten mengalami gagal panen atau puso. Kegagalan panen paling parah terjadi dan tersentral di Desa Burikan, Kecamatan Cawas. Tercatat, seluas 75 hektar tanaman padi di Desa Burikan mengalami gagal,"kata Iwan.
Sementara itu Kepala desa (Kades) Burikan, Surata berharap dengan adanya pagelaran seni budaya itu dapat mendatangkan hujan mengingat musim kemarau panjang telah mengakibatkan puso 75 ha lahan pertanian di desanya.
Pemerintah desa setempat juga telah menganggarkan dana desa tahun 2020 untuk pembangunan sumur bor sebanyak 5 titik. Ia berharap adanya sumur bor dapat mengatasi bencana kekeringan ketika musim kemarau mengingat persawahan di daerah itu hanya mengandalkan air hujan. (jati)